Tret.. tetet dhrong tretetet dung…… trek – dung - trekdung……dung……dung………dung
Begitulah sayup-sayup terdengar alunan musik etnis Betawi yang lagi mengiringi arak-arakan pengantin sunat di Ciganjur, pinggiran
Kendati pun “Tanjidor” disebut musik rakyat Betawi, namun instrumennya menggunakan alat musik modern, terutama alat tiup. Seperti trombhon, piston (comet a piston), tenor, klarinet, as, dilengkapi alat musik tabuh membran, yang biasa disebut tambur atau genderang.
Sejak kapan jenis musik etnis ini mulai menggeliat di tanah Betawi ? Dalam buku “Ikhtisar Kesenian Betawi”, terbitan Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, disebutkan sudah tumbuh sejak abad ke-19. Kegiatan bermusik ini begitu santer dan terus berkembang di pinggiran
Selaras dengan pergeseran zaman, sebagian besar alat musik yang hingga kini masih digunakan termasuk kategori instrumen yang sudah usang dan cacat. Barang bekas yang sudah pada peyot dan penyok-penyok ini toh masih bisa berbunyi. Kendati suaranya kadang-kadang melenceng ke kanan dan ke kiri alias fals. Saking tuanya, alat musik tersebut sudah ada yang dipatri, dan ada pula yang diikat dengan kawat agar tidak berantakan. Tetapi semua itu tidak mengurangi semangat penabuhnya yang umumnya juga sudah pada lanjut usia.
Sekali pernah, kantor Dinas Kebudayaan DKI |
Memang, dibandingkan dengan jenis kesenian Betawi lainnya seperti Musik Rebana, Kasidahan, Lenong, Tari Topeng Betawi dan sejenisnya, boleh dikatakan Tanjidor agak ketingalan. Mat Sani, putra Betawi kelahiran Kramat Pulogundul, dibelakang bioskop Rivoli, Jakarta Pusat, mengatakan, “Anak cucu keturunan Betawi kagak pada mau ngopenin Tanjidor. Maunya pada ngedangdut melulu. Barangkali itu salah satunye yang bikin Tanjidor kagak mau cepat berkembang”, Tapi barangkali juga karena jaman udah banyak berubah, beginilah jadinya. “Di kampung saya dulu, ada perkumpulan orkes Tanjidor, Lenong dan Ondel-Ondel Bang Rebo, di Gang Piin Kramat Pulo. Tapi sekarang mah dangdut aje yang digede-gedein”, tambahnya. “Tapi nggak tahulah, kemungkinan di wilayah lain masih banyak perkumpulan Tanjidor. Denger-denger sih Tanjidor masih berbunyi. Kebanyakan di pinggiran
Sejak dulu memang, Tanjidor tidak banyak memberi janji sehingga pendukungnya dari tahun ke tahun kian menurun. Selain banyak yang sudah meninggal, pendukungnya sekarang sudah pada uzur. Untuk singgah menjadi seniman orkes Tanjidor memang harus punya bakat di bidang musik modern atau ketrampilan itulah yang membuat orang senang menekuni hobinya. Dari dulu seniman Tanjidor tidak melulu mengandalkan hidup dari musik yang digeluti. Melainkan dari hasil bertani, buruh atau pedagang kecil-kecilan. Bermain musik hanya sebagai sambilan Selain menghibur diri untuk mencari kepuasan batin. Sebab lain kenapa Tanjidor tidak bisa melesat seperti jenis kesenian Betawi lainnya kemungkinan karena fungsi ekonmi Tanjidor lemah. Hidup orkes ini tergantung dari saweran dari penonton. Atau karena ditanggap untuk meramaikan hajatan, sunatan, kawinan dan sebagainya.
Kendati pun keadaan sudah berubah 180 derajat, namun masih ada beberapa perkumpulan Tanjidor di wilayah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar