Rabu, 29 April 2009 | 12:00 WIB
Laporan wartawan WARTA KOTA Pradaningrum Mijarto
KOMPAS.com — Sejak Jan Pieterszoon Coen mulai mendirikan kastil di pinggiran Sungai Ciliwung untuk kemudian membangun kota bernama Batavia di awal abad ke-17, sejak itulah keberadaan budak mulai tumbuh. Semula hanya digunakan sebagai tenaga kerja. Namun, kemudian budak menjadi penakar status sosial bagi pejabat VOC. Maka sistem perdagangan budak pun berkembang, calo budak pun menjamur.
Keberadaan budak perempuan ikut menghidupkan, bahkan menyuburkan, praktik kumpul kebo di Batavia. Seperti sudah pernah ditulis sebelumnya, sistem pergundikan jadi cikal bakal prostitusi. Kasus cinta gelap serta dunia per-nyai-an muncul dan terus berkembang.
Thomas B Ataladjar dalam Toko Merah Saksi Kejayaan Batavia Lama di tepian Muara Ciliwung menyebutkan, kata nyai berkonotasi lain di masa kompeni, khususnya di zaman para meneer kumpeni berkuasa karena punya arti gundik, selir, atau wanita peliharaan pria Belanda. Keadaan itu terjadi karena sebagai serdadu mereka tak bisa membawa serta istri atau memang masih bujangan. Tatkala hubungan cinta terjalin antara perempuan pribumi dengan pria Belanda maka perempuan itu hanya akan jadi gundik alias nyai.
Ternyata, penggemar samen leven dengan nyai tak sedikit, malah jadi tren kumpeni. Kehidupan para nyai bahkan menjadi kisah tersendiri dalam sejarah kota dan bangsa ini. Kisah yang paling lazim kita dengar adalah Nyai Dasima, sebuah kisah populer di kalangan warga Betawi. Perempuan asal Ciseeng, Bogor, ini hidup di antara tahun 1805-1830 dan menjadi gundik meneer Edward William.
Perjalanan hidup dan cinta Dasima direkam dalam buku yang ditulis oleh SM Ardan. Edward ternyata hanya memerlukan Dasima di kamar saja, maka ketika kemudian muncul seorang pria, Samiun, yang bersedia menikahinya, Dasima pun meninggalkan Edward. Ternyata, Samiun hanya ingin menggerogoti harta Dasima. Nyawa Dasima habis di tangan Bang Puasa atas perintah Samiun. Mayatnya ditemukan di sekitar kali di Kwitang.
Nyai Dasima versi G Francis melukiskan, selain Edward, semua lakon bertabiat buruk. Kisah dibikin agar pembaca mendapat kesan negatif tentang masyarakat Betawi. Maklum saja, versi ini adalah versi kolonial.
Selain Nyai Dasima, ada nyai lain yang juga bernasib tragis, Mariam. Ia gundik sinyo Belanda, John. Cinta sembunyi-sembunyi antara Mariam dan John akhirnya terputus dengan adanya Husin. Husin, tukang sado, semula hanya menolong Mariam dengan berpura-pura mengawini Mariam agar hubungan dengan cowok bule tak terendus sang ayah.
Namun, pernikahan itu ternyata malah membakar api cemburu di hati John. Tak tanggung-tanggung, Husin dan Mariam pun ditangkap serdadu kompeni. Mayat Mariam ditemukan di sekitar jembatan Ancol.
05 November 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar